Monday, October 24, 2016

Hijrah Pengasuhan (Part 1)

Assalamu’alaykum Dear Sisterfillah,


Belakangan ini marak sekali terjadi pergeseran makna tentang budaya pergaulan di kalangan remaja. Sekarang, rasanya sudah tak canggung lagi untuk memamerkan kemesraan dengan sang pujaan hati di media sosial. Mungkin dari dulu pun sudah ada beberapa remaja yang juga menunjukkan kemesraan dengan pacarnya. Hanya saja, saat ini mereka jauh lebih berani untuk memperlihatkan kedekatan yang sangat dekat layaknya suami istri. Belum lagi, gaya berpakaian yang mengumbar aurat dan sangat jauh dari nilai-nilai sebagai seorang muslim/muslimah. Bahkan, mereka pun semakin bangga bila mendapat pengakuan “seksi” dari teman-teman atau lingkungan. Hal yang lebih memprihatinkan sosok-sosok remaja tersebut justru mempunyai banyak pengikut di media sosialnya, baik instagram, facebook, path, dan lainnya. Siapakah pengikut mereka? Hampir 80% pengikut mereka adalah juga sesama remaja yang belum memiliki kematangan dalam berpikir dan bertindak. Si pengikut (followers) justru menganggap kebebasan pacaran, pergi keluar negeri bersama pasangan yang masih status pacar adalah “goals” dalam kisah cintanya. Ikutan dugem dengan pakaian yang serba terbuka juga dianggap sebagai “goals”. Bila terus terjadi, pernahkah kita terpikir akan jadi apa negara ini dengan generasi penerus seperti itu?


pic courtesy of @missmarina.id

Ternyata tidak sedikit juga dari para orangtua, khususnya orangtua muda di era ini semakin khawatir dengan pergeseran budaya tersebut. Mereka khawatir bila anak-anaknya kelak akan menjadi seperti itu.



Banyak sekali muncul pertanyaan, kenapa fenomena tersebut bisa terjadi?

Mungkinkah karena kurangnya pendidikan agama dari orangtua bagi para anak mereka? Apakah orangtua terlalu memberikan kebebasan pada anak-anak mereka? Atau justru orangtua mereka terlalu mengekangnya? Anak-anak tersebut kurang mendapat perhatian dari keluarganya? Apa mungkin karena mereka hanya ingin diakui di lingkungan sehingga bergabung dengan “genk” yang salah dalam pergaulannya? Atau hmmm..mungkin karena mereka berasal dari keluarga yang broken home?



Hal-hal tersebut adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja memang benar menyebabkan remaja tersebut salah memilih pergaulan. Perlu digarisbawahi bahwa antara satu remaja dan remaja lainnya memiliki penyebab dan latar belakang yang berbeda hingga membuat mereka seperti itu.


pic courtesy of @fitriaulia_
Sebagai orangtua di zaman media sosial yang semakin beragam, dimana informasi sudah dapat sangat mudah untuk diakses kapan saja, maka tentunya kita tidak boleh menutup mata lalu melarang anak untuk steril dari internet atau media sosial. Kenapa? Karena tidak akan mungkin untuk melakukannya. Tidak akan mungkin orangtua menjadi penjaga sang anak selama 24 jam penuh. Ketika orangtua melarang, sang anak pun berinteraksi dengan lingkungannya yang mungkin saja akan mengenalkan hal ini. Lebih bahaya justru bila anak sembunyi-sembunyi atau pertama kali tahu dari teman sebayanya.



Jadi,  apa yang pertama kali sebaiknya dilakukan oleh orangtua?

Dear Sisterfillah yang saat ini sudah menjadi orangtua ataupun yang akan menjadi orangtua. Ada satu pertanyaan yang akan menjadi PR untuk dijawab: “mana hal yang lebih penting bagi kita sebagai orangtua, Apakah kesuksesan dunia dan pengakuan dari orang lain terhadap anak kita, atau tidak ada yang mengenal anak kita di dunia tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mendengar doa dari anak kita terutama saat kita sudah tiada nantinya? “. Tidak perlu langsung dijawab atau diketahui orang lain di sekeliling, tapi yuk bicara dengan hati yang terdalam dan tanamkan jawaban tersebut menjadi nilai yang akan memandu kita untuk mengasuh anak yang kelak akan menjadi salah satu pertanggungjawaban kita diakhirat.


pic courtesy of @marinadian

Lalu, apa langkah selanjutnya?



Sabar dulu yaa Sisterfillah,

to be continued :)




Contributor: Alfa Mardhika, M.Psi, Psikolog

Editor: Anisa Muthi’ah

No comments:

Post a Comment